DailyIndonesia.id  Perubahan suhu dingin secara mencolok atau dikenal sebagai bediding terjadi akhir-akhir ini.

Rupanya fenomena itu umum terjadi di puncak musim kemarau.

“Beberapa hari terakhir ini untuk wilayah Jawa Tengah kita bisa jumpai suhu dingin terutama pada malam hingga dini hari menjelang pagi hari. Itu lebih karena hal yang normal di puncak musim kemarau,” ungkap Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Ahmad Yani Semarang, Noor Jannah Indriyadi. Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, Senin (15/7/2024).

Lebih lanjut, ia mengatakan fenomena bediding ini akan sering menyusul “puncak musim kemarau umumnya pada Agustus hingga September tahun ini”.

Noor menjelaskan saat musim kemarau tutupan awan relatif kecil. Oleh karena itu, pada malam hari, pancaran radiasi Bumi tidak memiliki hambatan atau penghalang.

“Sehingga Bumi lebih cepat mengeluarkan panasnya dan untuk suhu di sekitar permukaan, bumi bisa lebih dingin daripada biasanya,” jelasnya.

Bahkan suhu dingin bisa anjlok hingga titik beku di daerah pegunungan seperti di Wonosobo, Dieng, dan sekitarnya.

“Di Dieng, untuk suhu terendahnya bisa mencapai nol derajat untuk puncak musim kemarau ini. Nanti akan bisa kita jumpai seperti embun-embun upas di wilayah sana,” lanjutnya.

BMKG melalui akun resmi Instagramnya turut menyebut musim dingin di Australia berdampak ke cuaca saat ini.

“Angin dominan dari arah timur membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga tidak mendukung pertumbuhan awan. Hal ini menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari,” tulis @infobmkg pada Senin (15/7/2024).

Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi.

Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah.

terjadi di puncak musim kemarau.

“Beberapa hari terakhir ini untuk wilayah Jawa Tengah kita bisa jumpai suhu dingin terutama pada malam hingga dini hari menjelang pagi hari. Itu lebih karena hal yang normal di puncak musim kemarau,” ungkap Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Ahmad Yani Semarang, Noor Jannah Indriyadi. Sebagaimana dilansir daei Kompas.com, Senin (15/7/2024).

Lebih lanjut, ia mengatakan fenomena bediding ini akan sering menyusul “puncak musim kemarau umumnya pada Agustus hingga September tahun ini”.

Noor menjelaskan saat musim kemarau tutupan awan relatif kecil. Oleh karena itu, pada malam hari, pancaran radiasi Bumi tidak memiliki hambatan atau penghalang.

“Sehingga Bumi lebih cepat mengeluarkan panasnya dan untuk suhu di sekitar permukaan, bumi bisa lebih dingin daripada biasanya,” jelasnya.

Bahkan suhu dingin bisa anjlok hingga titik beku di daerah pegunungan seperi di Wonosobo, Dieng, dan sekitarnya.

“Di Dieng, untuk suhu terendahnya bisa mencapai nol derajat untuk puncak musim kemarau ini. Nanti akan bisa kita jumpai seperti embun-embun upas di wilayah sana,” lanjutnya.

BMKG melalui akun resmi Instagramnya turut menyebut musim dingin di Australia berdampak ke cuaca saat ini.

“Angin dominan dari arah timur membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga tidak mendukung pertumbuhan awan. Hal ini menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari,” tulis @infobmkg pada Senin (15/7/2024).

Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi.

Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah.

Bagikan: