DailyIndonesia.id, KUDUS – Data stunting di Kudus pada tahun 2024 berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) mencapai 13,2 persen.

Presentase itu mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 15,7 persen.

Melihat tren ini, kasus stunting di Kudus masih bisa terus ditekan dan dicegah.

Salah satunya dengan menggenjot pengukuran tumbuh kembang anak yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kudus untuk mendeteksi dini anak terindikasi stunting.

“Melalui pengukuran tumbuh kembang anak, tentunya bisa diketahui ada tidaknya perubahan terhadap anak. Sehingga ketika terjadi anomali bisa segera ditangani,” kata Kepala Dinkes Kudus Andini Aridewi di Kudus, Senin (29/9).

Andini mengakui kasus stunting masih terus ditemukan dari deteksi dini pengukuran tumbuh kembang.

Berdasarkan data aplikasi Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM), dari 50.087 anak yang menjadi sasaran pengukuran tumbuh kembang tercatat ada 2.142 kasus terdeteksi stunting atau 4,27 persen.

Selain pengukuran, pihaknya juga menggelar bimbingan teknis tata laksana stunting dan gizi buruk di Gedung Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kudus.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Daerah Kudus Edi Kusworo mengakui catatan kasus stunting memang mengalami penurunan dalam dua tahun ini.

Pada 2023 angka stunting di Kudus masih 15,7 persen, kemudian turun menjadi 13,2 persen tahun 2024.

Dinkes Kudus melakukan sejumlah langkah intervensi untuk memastikan angka stunting terus turun.

Salah satunya lewat Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil maupun balita.

“Untuk ibu hamil, PMT diberikan dalam bentuk susu tambahan. Sedangkan untuk balita, ada dua jenis, yaitu PKMK dan PDK,” ujarnya.

Anggaran untuk program PMT ini mencapai Rp1,3 miliar. Selain itu juga ada anggaran tambahan dari Perubahan APBD 2025 berkisar Rp200 juta hingga Rp600 juta.

Di samping stunting, Dinkes juga melakukan deteksi dini kasus gizi buruk dan underweight (berat badan kurang).

Pihaknya menekankan penanganan gizi buruk dan underweight berbeda dengan stunting.

“Kalau gizi buruk, kadang disertai penyakit penyerta seperti TBC, HIV, atau sakit jantung. Penanganannya harus sesuai dengan kondisi masing-masing pasien,” ujarnya.

Sumber: ANTARA Jateng

Bagikan: