
DailyIndonesia.id – Belakangan ini program Makan Bergizi Grafis (MBG) yang jadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo saat berkampanye lalu jadi perhatian publik.
Bukan hanya masyarakat umum, organisasi perlindungan anak hingga legislator mulai mempertanyakan program tersebut.
Bukan rahasia lagi, keracunan akibat makanan yang dibagikan kepada murid terus menerus berulang.
Dilansir dari Kompas.com, hingga September 2025, telah ada 5.360 siswa yang mengalami keracunan akibat MBG.
Belum ada solusi terkait keracunan ini, publik kembali dibikin keheranan dengan surat perjanjian yang beredar tentang keharusan merahasiakan jika ada kejadian keracunan.
Sebut saja yang mencuat di Kabupaten Blora. Mengutip dari detikjateng, ada surat perjanjian antara SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) dengan sekolah yang dianggap ganjal.
Di antaranya adalah keharusan untuk membayar denda senilai satu tempat makan (Rp80 ribu) jika ada kerusakan atau kehilangan alat makan.
Serta kewajiban agar sekolah merahasiakan dari publik jika ada Kejadian Luar Biasa (KLB) yang mengganggu pelaksanaan MBG.
“Apabila terjadi Kejadian Luar Biasa / force majeure, seperti keracunan, ketidaklengkapan paket makanan, atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan program ini, Pihak Kedua berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan informasi hingga Pihak Pertama menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan mencari solusi terbaik demi kelangsungan program ini,” begitu bunyi poin bermasalahnya.
Surat itu dibongkar dalam rapat DPRD Blora dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terkait pada hari Kamis (18/9).
Koordinator SPPG Blora, Artika Diannita menyatakan surat perjanjian yang beredar merupakan MoU yang lama.
Dalam MoU yang baru, tidak ada pasal merahasiakan kejadian keracunan.
“Di MoU terbaru, tidak merahasiakan, melainkan adalah diselesaikan secara internal antara pihak sekolah dan SPPI apabila terjadi KLB (kejadian luar biasa) kita langsung membawanya ke layanan kesehatan,” jelasnya.
Bukan hanya Blora, surat serupa juga ditemukan di Sleman.
Meski begitu, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang membantah adanya poin-poin surat perjanjian itu.
Ia menyebut sudah mengecek surat itu ke seluruh Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia.
“Ternyata poin itu tidak ada, tulis yang besar, tidak ada (poin rahasiakan keracunan). Poin yang ada itu hanya bersifat koordinasi untuk distribusi dan pengawasan peralatan atau alat-alat untuk MBG,” tegas Nanik saat dihubungi Kompas.com, Minggu (21/9/2025).
Nanik mengaku pihaknya terbuka jika ada laporan terkait keracunan.
“Kita terbuka, masa keracunan enggak boleh diberitakan? Boleh dong. Kan kalau ditutup-tutupi, kalau ada masalah bagaimana? Boleh (lapor), terbuka. Kita akan terbuka, transparan,” ucapnya.