
DailyIndonesia.id, JEPARA – Kebijakan tarif impor 32 persen yang dikenakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Indonesia tidak bisa dipungkiri akan berdampak signifikan pada ekspor industri mebel dan ukir Jepara.
Apalagi, tidak bisa dipungkiri jika Amerika Serikat merupakan pasar terbesar mebel dan ukir Jepara. Yakni 54 persen ukir Jepara masuk pasar AS.
“Kebijakan Pemerintah AS tersebut diberlakukan mulai 1 Agustus 2025. Tentunya berdampak pada sejumlah industri tak terkecuali industri furnitur atau mebel dari Jepara,” kata Bupati Kudus Witiarso Utomo, di Jepara, Jumat (11/7/2025), dilansir dari Antara Jateng.
Ia mengakui setelah pelantikan Presiden Donald Trump, industri mebel Jepara mengalami penurunan 20 hingga 30 persen tergantung negara tujuan.
Bahkan khusus pasar AS, untuk satu perusahaan penurunan pesanan bisa mencapai 50 persen.
Sebagai langkah mitigasi guna menekan dampak kenaikan tarif tersebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu RI) hingga komunikasi dengan pembeli dari AS.
“Sebelumnya dari pihak Kementerian Luar Negeri RI juga sudah kami hadirkan ke Jepara, bertemu dengan para pengusaha untuk membuka pasar-pasar di luar AS,” ujarnya.
Untuk saat ini, lanjut Wiwit, delegasi Kemenlu RI sudah menaungi 104 negara di Timur Tengah, Asia Pasifik, dan Afrika. Nantinya pemerintah akan melakukan tindak lanjut guna menggali potensi pasar di sejumlah negara itu.
Pihaknya juga akan mengumpulkan para pengusaha untuk beraudiensi dengan Kementerian Perdagangan RI untuk memaksimalkan ITPC (Indonesia Trade Promotion Center), agar bisa melakukan penetrasi pasar di negara-negara lain.
Terkait dampak kenaikan harga furnitur, Wiwit menyontohkan apabila harga 1 unit produk mebel sebesar Rp1 juta, maka pembeli di AS harus membayar sebesar Rp1.320.000.
Para pengusaha di Jepara, kata Wiwit, sudah berkomunikasi dengan para pelanggan di AS untuk menegosiasikan pajak.
“Ini sudah ada diskusi bahwa kalau bisa dihitung akan ditanggung bersama. Sekitar 50 persennya ditanggung pembeli, 50 persen itu kami di Jepara,” ujarnya.
Kondisi pasar, katanya lagi, akan bergantung pada penetrasi tersebut. Apakah pasar dari AS tetap memiliki daya beli apabila ada kenaikan hingga 16,5 persen.
Meski demikian, Wiwit memastikan kondisi ini tidak akan mengubah kualitas dari furnitur Jepara. Sebab dalam pasar ekspor, jaminan kualitas menjadi branding paling utama.
Ia berharap pasar dapat beradaptasi dengan kondisi ini, sehingga dampak kebijakan ekonomi AS tidak meluas.