
DailyIndonesia.id – Sepanjang 1 Januari hingga 31 Mei 2025, Pusat Pengendalian Operas Penanggulangan Bencana BPBD Jateng mencatat sudah terjadi 152 bencana di wilayah setempat.
Rinciannya banjir 86 kejadian, tanah longsor 17 kejadian, cuaca ekstrem 42 kejadian, karhutla 1 kejadian, dah kebakaran 6 kejadian.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi tidak menyangkal bahwa telah terjadi banyak bencana alam di wilayahnya
Sementara potensi bencana yang harus diwaspadai ke depan antara Juni–Desember 2025 meliputi kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, banjir rob dan gelombang tinggi, angin kencang/puting beliung, gempa bumi dan tsunami.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi tidak menyangkal bahwa telah terjadi banyak bencana alam di wilayahnya.
“Jawa Tengah merupakan salah satu market bencana nasional. Mencari bencana apa saja di Jawa Tengah ada. Ada air yang tidak bisa kita lawan, ada rob yang tidak bisa kita lawan, banjir yang tidak bisa kita lawan,” katanya. Dilansir dari Semarang Viva.
Tingginya bencana di Jateng itu merujuk pada kondisi geologi Jawa Tengah yang terbagi menjadi 7 klasifikasi.
Meliputi Perbukitan Rembang, Zona Randublatung, Pegunungan Kendeng, Pegunungan Selatan Jawa Tengah bagian Timur, Pegunungan Serayu Utara, Pegunungan Serayu Selatan, dan Pegunungan Kulonprogo.
Sementara kondisi topografi meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa bagian tengah, dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh wilayah, dan pantai yaitu pantai Utara dan Selatan.
Sedangkan kondisi klimatologi Jawa Tengah termasuk tropis dengan curah hujan yang beragam.
Menurut pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2024, Provinsi Jawa Tengah memiliki kelas risiko sedang dengan nilai 99,61.
Ahmad Luthfi menjelaskan, pencegahan jadi salah satu langkah antisipasi bencana yang bisa dilakukan.
Misalnya melakukan normalisasi sungai dan penanaman mangrove untuk mencegah banjir, rob, dan pendangkalan muara.
Langkah pencegahan berikutnya adalah mengurangi penggunaan air tanah yang menyebabkan turunnya muka tanah sehingga terjadi abrasi. Dalam hal ini edukasi kepada masyarakat harus dimasifkan.
“Kita edukasi untuk tidak menggunakan air tanah sehingga kita ganti dengan SPAM. Kalau tidak SPAM, Provinsi Jawa Tengah juga menggunakan desalinasi,” jelasnya.
Di sisi lain, lanjut Luthfi, edukasi tanggap bencana kepada masyarakat mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, sampai provinsi juga diperlukan.